Implementasi “Berpikir Menyamping” Dalam Dunia Pendidikan, Mungkinkah?
Penulis: Nurul Aeni
Pagi itu, di sela kesibukan kerja, saya harus ke Rumah Sakit untuk mengantarkan anak saya yang berusia 4 tahun memeriksakan diri. Saya pikir hanya butuh 1-2 jam saja proses pemeriksaan tersebut. Namun ternyata proses begitu panjang. hingga butuh seharian. Saya harus mengantri untuk mendapatkan nomor antrian, selanjutnya saya duduk menunggu panggilan dokter. Kemudian mendapatkan nomor untuk kembali mengantri saat pengambilan obat, dan mengantri pula saat tes darah dan rongten.
Tak heran mengapa orang-orang malas berobat ke rumah sakit. Sebab, proses administrasi yang panjang inilah yang menggerus kesabaran dans angat melelahkan. Saya menjadi berpikir, apakah mungkin ada sistem yang dapat menguraikan atau memperpendek sistem sehingga pelayanan lebih cepat dan prima?
Saat masuk ke ruang rongten, anak saya Arseel begitu ketakutan. Ia menangis histeris melihat berbagai peralatan di sana yang bak robot diam. Perabotan tersebut laksana mesin-mesin di pabrik, begitu kaku dan menyeramkan untuk anak-anak. Arseel harus dibaringkan di meja panjang agar mendapatkan hasil foto rongten. Di atas kepalanya terdapat kamera pengambil gambar. Sang laboran mencoba menenangkan Arseel, ia berusaha menunjukkan sesuatu di alat tersebut dan berkata seolah-olah di sana ada luar angkasa yang indah. Sayangnya, di sana tidak ada apa-apa. Saya jadi berpikir sebetulnya alat tersebut bisa disulap menjadi wahana yang menarik untuk anak-anak. Bisa diberikan aksesoris tertentu untuk mengubahnya.
Lalu, apa hubungannya cerita tersebut di atas dengan berpikir menyamping (lateral thinking)? Indrawan Nugroho, seorang konsultan inovasi dalam videonya membahas terkait hal tersebut. Ia membahas inovasi apple dalam memanfaatkan fitur camera yang disulap menjadi dynamic island. Fitur camera bagian atas dipandang sebagai fitur yang dibutuhkan, namun tampil bak tompel yang tidak tervisualisasi dengan cantik. Semua inovator berusaha memperkecil atau menyetting supaya fitur kamera depan ini tampak semakin minimalis, atau kalau bisa ditampilkan tersembunyi. Namun, Apple tidak berpikir demikian. Ia justru memanfaatkan dan membuat inovasi fitur camera tersebut menjadi fitur yang dinamis. Dimana para pengguna justru akan memanfaatkan fitur tersebut untuk bisa menagkses aplikasi di handphone mereka dengan mudah. Dimana fitur tersebut dapat ditarik, dipindahkan, diperbesar atau diperkecil. Inovasi tersebut tentu disambut baik oleh para pengguna. Hal tersebut mendatangkan keuntungan besar bagi apple.
Indrawan juga mencontohkan bagaimana alat pendeteksi kanker (MRI) yang berbentuk tabung besar, dimana pasien harus masuk ke dalamnya menjadi sebuah alat yang menakutkan bagi anak. Mereka berusaha untuk menjadikan alat tersebut ramah anak. Namun, daripada mengubah desain secara total dengan biaya mahal, para inovator justru hanya mengubah tampilan MRI menjadi wahana yang menyenangkan bagi anak. Alat tersebut dijadikan wahana luar angkasa, bawah laut dan visualisasi wahana lainnya.
Kedua kasus yang dicontohkan oleh Indrawan merupakan contoh bagaimana “berpikir menyamping” diimplementasikan. Berpikir menyamping (Lateral Thinking) yang diperkenalkan oleh Edward De Bono merupakan salah satu metode inovasi yang mengajak kita untuk berpikir dari sudut pandang yang berbeda. Jika pada berpikir kreatif, kita diminta untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. Pada lateral thinking kita diminta untuk dapat memanfaatkan masalah berbuah inovasi.
Dalam konteks dunia pendidikan, yang memiliki banyak problem pengajaran. Metode berpikir menyamping ini dapat dicoba. mengapa demikian? Banyak masalah yang terjadi pada diri anak yang di luar kendali seorang pendidik dan banyak tantangan di luar sana yang tidak mungkin diselesaikan oleh sang pendidik. Seorang guru tidak memiliki kendali untuk mengatur bagaimana anak-anak didik mereka tidak bermain games, tidak bisa pula mengatur agar mereka dapat bergaul dengan anak-anak yang baik saja.
Tetapi seorang pendidik dapat menjadikan gamifikasi sebagai salah satu alternatif belajar, terutama bagi anak-anak yang candu games. Atau guru dapat memanfaatkan pergaulan sosial mereka di lingkungan rumah dengan mengajak mereka menjadi peneliti sosial. Pada contoh lain, misalkan pendidik mendapati hampir 70% anak-anak di kelas mereka memiliki gaya belajar kinestetik, untuk sebagian besar guru yang hanya menggunakan metode belajar ceramah, mendapati anak-anak semacam itu akan mendatangkan masalah. Daripada berusaha mengubah dan mengahbiskan energi untuk membuat mereka duduk tenang, lebih baik sang guru bisa mengajak mereka bermain lempar bola, sambil melakukan diskusi, atau mengajak mereka bermain ular naga sambil berhitung dalam berbagai bahasa.
Berpikir menyamping merupakan cara berpikir yang dapat diimplementaskan dalam berbagai hal, tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Namun, butuh kesadaran, kemampuan mengubah sudut pandang dan kepekaaan.