KANG ONI SANG KREATOR LITERASI TABAKAMCIL

Kang Oni Sang Kreator Literasi Tabakamcil

 

Di pondok kecil persegi yang terbuat dari bilah bambu usang yang mereka sebut saung itulah lahir karya-karya kreatif dari tangan kang Oni, seorang pemuda pemuda tamatan Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang mampu mengubah potongan bambu menjadi berbagai model miniatur kapal.

Kang Oni kini berusia 31 tahun, di usianya sekarang ia dituntut menjadi kepala keluarga bagi adik dan keponakannya. Ia menggantikan peran sang ayah yang telah berpulang.

Pasca lulus sekolah ia berharap bisa masuk ke jenjang selanjutnya. Tetapi, harapan hanya tinggal harapan, dunia MTs menjadi momen terakhir baginya merasakan manisnya bangku pendidikan.

Putus sekolah bukan pilihan, namun kehidupanlah yang membuat kang Oni memilih jalan itu. Ia tidak ingin membebani orang tua yang bekerja hanya sebagai buruh tani dengan banyak saudara yang harus dibiayai. Keinginannya belajar membuatnya memutuskan mondok.

“Aku tidak berharap dikenal sebagai ustaz ataupun si guru ngaji,” kata kang Oni. Label ustaz akan mengingat langkah dan gerak saya untuk bisa bermanfaat lebih luas berbagi pengetahuan dengan anak-anak dan masyarakat,” lanjutnya. Di samping itu tak jarang melontarkan ragam pertanyaan seperti “Apa yang harus aku lakukan untuk bisa mandiri membantu orangtua dan adik-adik?” Segelintir kalimat itu kerap membayangi dirinya.

Suatu ketika temannya memperlihatkan video pembuatan miniatur kapal dari bambu, saat itulah ia mantap menekuni membuat miniatur kapal dari bambu. Berbekal pengalaman masa kecil melihat abah menyulap bambu menjadi helaian-helaian tipis menjadi modalnya memulai kreativitas tanpa batas.

Setiap hari kang Oni mengumpulkan batang bambu yang ada di kebun kemudian memotongnya menjadi beberapa bagian, mengubah menjadi helaian, lalu dihaluskan menggunakan amplas kayu. Ia melakoninya penuh dengan rasa sabar dan teliti.

Helaian itulah yang kemudian disulap menjadi miniatur kapal. Ia menganggap bahwa kreativitasnya adalah rahmat dari Allah Swt., yang perlu ia rawat dan kembangkan. Melalui karya tersebut, melekatlah panggilan dan sapaan akrab pada dirinya dengan sebutan “Kang Oni Si Kreatif Bambu”.

Melalui kreativitasnya, banyak harapan ia patri. Bukan hanya sekadar materi, bukan juga untuk dikenal masyarakat. Ia hanya berharap melalui kreativitas, ia dapat merangkul pemuda-pemuda desa untuk turut menggeluti kerajinan miniatur, sehingga mampu menjadi ciri khas di desanya. Di samping itu, ia ingin usaha yang digelutinya mampu menciptakan lapangan kerja bagi pemuda desa. Sayangnya, harapan itu bertepuk sebelah tangan, sebab para pemuda desa tak menyambut baik niat baiknya. Tetapi kang Oni tak menyerah, ia terus merawat jerih payahnya dengan karya apik, maka tekadnya pun juga tak akan berakhir. Walau dikerjakannya hanya seorang diri tanpa bantuan.

Saung bambu yang selalu menjadi tempat melahirkan ide desain miniatur kapal, kini menjadi rumah kedua baginya. Beberapa di antara karya-karya kang Oni yaitu miniatur model kapal pinisi (kapal khas Sulawesi Selatan), miniatur model kapal layar, dan beberapa model kapal lain telah diciptakannya. Selain miniatur kapal, ia juga membuat miniatur model rumah yang juga berasal dari helaian-helaian bambu yang disusun secara detail. Bahkan dengan pemikiran kreatifnya, ia juga melahirkan miniatur-miniatur burung dan bunga dari sabut kelapa. Usahanya kini telah membuahkan hasil. Karyanya telah dilirik Bupati Banten. Hj. Iti Octavia Jayabaya, SE., MM.

“Dua bulan dapat menyelesaikan dua buah miniatur, karya keempat telah berpindah tangan kepada Ibu Itu, Bupati Banten,” ungkap kang Oni bahagia. Walaupun telah diakui ibu bupati, tantangan kang Oni masih sama, meyakinkan para pemuda desa mengikuti jejaknya agar berdaya bagi keluarga. Selain itu ia juga masih kesulitan memasarkan karyanya, karena kang Oni belum memiliki gawai, ini menjadi kerikil besar dalam proses pengembangan usahanya.

Niat baik kang Oni untuk selalu berbagi pengetahuan dan keterampilan, membawanya bergabung sebagai salah satu pemuda pendiri Taman Baca Masyarakat (TBM) Kampung Cilame (Tabakamcil). Ia berharap dengan menjadi pengajar di taman baca, ia dapat berbagi ilmu yang didapatnya saat mondok ke masyarakat dan  juga dapat melatih kreativitas anak.

Latar belakang pendidikan sempat membuatnya minder, ditambah kurangnya pengalaman mengajar membuat ia kerap merasa tidak percaya diri. Namun berbekal potensi dan keterampilan yang dimilikinya menjadi pendorong meengajar di TBM.“Melalui miniatur perahu ini maka saya dapat menceritakan tentang kisah Nabi Nuh kepada anak-anak,” jelasnya bangga.

Berbagai tantangan yang ia hadapi tak membuatnya menyerah. Ia terus beradaptasi, banyak mendengar, dan belajar dari orang lain. Hal itu yang membuatnya kembali semangat dan percaya diri. Hadirnya Kawan SLI memberikan banyak referensi pembelajaran literasi yang variatif di TBM. Membuatnya tak lagi kaku dalam berinteraksi dan mengajar anak-anak yang antusias belajar di TBM setiap hari Minggu.

Melalui karyanya, ia menitipkan harapan akan masa depan pendidikan anak-anak kampungnya. Ia berharap setiap anak mendapat kesempatan untuk berekspresi dan berkreasi dengan percaya diri.

“Jangan pernah malas belajar kalau tidak mau menjadi orang bodoh. Karena impian tidak memihak pada orang malas,” pesan kang Oni menutup kelas hari Minggu di Tabakamcil.

1 Comment

  1. Masya Allah…
    ± sudah Dua tahun berlalu sejak purna tugas KAWAN SLI, baru tahu kalau ada narasi sebagus ini di lamannya Sekolah Literasi Indonesia, dan terlalu bagus malah. Tapi apapun itu, saya sangat berterima kasih kepada Sekolah Literasi Indonesia dan tim, telah berhasil membina relawan-relawannya menjadi sosok pendamping bagi kami (TABAKAMCIL). Semoga cerita ini bisa menginspirasi banyak orang untuk tulus dalam berkarya dan mengabdikan diri kepada masyarakat dan ibu pertiwi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

POST LAINNYA