Penulis: Andi Ahmadi
Lahir dan hidup di era seperti saat ini, kompetensi yang dibutuhkan oleh anak bukan lagi sekadar bisa membaca, menulis, dan berhitung. Generasi hari ini harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik, kepemimpinan, kemampuan memecahkan masalah, serta kemampuan berpikir kreatif. Sayangnya, sebagian orang menyangka bahwa anak-anak belum memiliki kelayakan untuk berpikir dengan metode berpikir yang baik. Bisa jadi alasannya karena tidak ingin membebani anak dengan pikiran yang rumit atau berat. Akhirnya tidak sedikit orang tua atau guru dalam membentuk pola pikir anaknya mengalir begitu saja.
Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa anak sudah mampu berpikir kreatif sejak usia dini ketika mendapatkan stimulus yang tepat. Namun kendalanya adalah justru dari luar anak, yaitu keluarga dan sekolah. Sebagian besar keluarga dan sekolah merasa bahwa menjadikan anak pemikir adalah sesuatu hal yang terlalu dini. Selain itu keluarga dan sekolah tidak merasa bertanggung jawab menjadikan anak kecil terbiasa berpikir dengan metode berpikir yang di luar kebiasaan.
Anak-anak kreatif memerlukan lingkungan yang memberikan dukungan dan kasih sayang dari orang dewasa dalam proses mengembangkan pola pikir mereka. Artinya, kemampuan berpikir anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, mulai dari pola pengasuhan dan pendidikan di keluarga, metode pembelajaran di sekolah, hingga budaya di masyarakat.
Lalu, bagaimana cara mengasah pola pikir kreatif pada anak?
Setidaknya ada empat strategi yang bisa kita lakukan dalam mendorong anak untuk meniti jalan kreativitasnya.
Pertama, memberikan inspirasi dan keteladanan. Sebagai orang dewasa, kita harus menjadi panutan bagi anak untuk merangsang berpikir kreatif mereka. Minimal kita selalu berpikiran terbuka dan mampu menemukan berbagai solusi dari permasalahan yang dihadapi. Selain itu, dorong anak untuk bisa belajar dari orang lain/tokoh yang mampu menginspirasi mereka untuk berpikir kreatif. Jika di sekitar kita terdapat orang yang kreativitasnya cukup tinggi, ajaklah anak untuk bertemu mereka. Belajar kepada orang-orang kreatif akan memberikan pengaruh positif yang besar yang mampu mendorong anak untuk menjadi anak pemikir.
Kedua, mengajari anak untuk berpikir luas. Berpikir luas berarti anak bukan hanya berpikir tentang ya dan tidak, atau hitam dan putih. Orang tua bisa mengaktifkan daya imajinasi dalam diri anak terhadap sesuatu, lalu bantu mereka mendiskusikan asumsi, analisis, dan penilaian mereka. Misalnya dengan mendorong anak untuk membayangkan segala sesuatu mungkin saja terjadi di kehidupannya seperti miskin, kaya, sehat, sakit, sukses, gagal, pindah sekolah, terjadi bencana alam, dan lain sebagainya. Kemudian minta anak untuk membayangkan apa saja pengaruh yang mungkin terjadi berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ketiga, melatih anak untuk mengungkapkan penyerupaan-penyerupaan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman anak terkait hubungan di antara berbagai hal. Misalnya kita menyebutkan beberapa ungkapan, lalu minta anak untuk menyempurnakannya. Contoh, “lari cepat seperti…,” “kepala itu seperti…,” “sholat lima kali sehari itu seperti…,” dan lain sebagainya.
Keempat, melatih anak untuk memprediksi hasil dari sejumlah peristiwa yang berlangsung secara tiba-tiba. Tujuannya adalah agar anak mampu menemukan solusi-solusi atas berbagai persoalan ke depan. Contoh, “Apa yang akan terjadi jika matahari tidak terbit?” “Bagaimana jika ukuran semut lebih besar dari manusia?” “Bagaimana jika air hujan rasanya manis?” dan lain sebagainya. Atau dengan pertanyaan yang langsung berkaitan dengan keseharian mereka, misalnya “Di sekolah kamu dituduh mencuri pulpen temanmu, bagaimana kamu akan membela diri?”
Keempat strategi tersebut jika dilakukan rutin sejak usia anak masih dini akan mampu memberikan stimulus kepada anak untuk berpikir kreatif. Sebagai orang tua atau guru, peran kita adalah bagaimana menyediakan lingkungan dan membangun interaksi yang dapat membantu tumbuhnya kreativitas anak.
Kreativitas anak itu bukan bakat, melainkan sesuatu yang harus senantiasa diasah setiap saat.
~~~
Referensi bacaan: Buku Mengasah Pola Pikir Anak, karya Prof. Abdul Karim Bakkar